Walikota Depok Intervensi Menerbitkan dan Mencabut Sporadik : Terkait Adanya Mafia Tanah Pembebasan Lahan Tol Cijago Seksi III Kukusan Limo
Depok, SI
Pembebasan
Lahan Tol Cinere Jagorawi {Cijago} lokasi tahap III Kukusan Limo sempat mengalami
hambatan dalam proses pembebasan lahan,
sehingga pelaksanaan proses pembangunan fisik Jalan Tol tersebut mengalami hambatan, hal itu disebabkan karena
persoalan pembebasan lahan tol yang dibebaskan
dari warga masyarakat banyak bermasalah terkait banyaknya komplin kepemilikan
lahan tanah tol tersebut, akibat adanya oknum
Mafia Tanah yang berkeliaran.
Salah
satunya lahan yang dipermasalahkan adalah lahan
2 orang ahli waris sebagai
pemilik lahan tanah dengan status Girik, luasnya sekitar kurang lebih 6000 M2, mereka warga
Kelurahan Limo Kec Limo Kota Depok, masing-masing pemilik bernama . 1.
Abdulah 2. Syamsuri. Namun hingga sampai sekarang pembayaran lahan tanah milik
mereka itu terkatung-katung, seolah-olah mereka tidak berhak atas uang
pemebebasan halan tersebut. Masalahnya
uang pembebasan lahan itu sudah dititipkan oleh Tim Panitia
Pembebasan Terpadu {P2T} di Pengadilan Negeri {PN} Depok, dengan alasan
konsiniasi. Namun belakangan ini berdasarkan informasi dari sumber dipercaya
mengatakan, bahwa lahan tersebut sudah dibayarkan kepada pemilik Girik sebesar
Rp.4,5 Miliar dan pemilik Hak Guna Bangunan [HGB] yang sudah mati karena
kadaluarsa justru mendapatkan ganti rugi sebesar Rp.40 Miliar dari PN Depok.
Sebelumnya berdasarkan kronologis kejadian terkait lahan tersebut ternnyata lahan girik kedua warga itu ada yang komplin, yakni lahan tanah girik tersebut sudah ada yang punya status Hak Guna Usaha {HGB} dari PT Wahana Wisma Permai, yang berkedudukan di Surabaya Jawa Timur. Sehingga PT Wahana, juga melakukan komplin/protes, bahwa merekalah yang punya hak untuk mendapatkan ganti untung pembayaran lahan tanah yang dibebaskan itu, nilai lahan yang dibebaskan oleh Tim Ketua Panitia Pembebasan Tanah {TPT} dari Kementerian PUPR Bernama Eko tersebut nilainya sangat besar yakni sekitar kurang lebih Rp.70 Milia dititipkan di PN Depok.
Sementara itu, awalnya bahwa PT Wahana Wisma Permai tersebut sudah diakui oleh Bidang Aset Badan Keuangan Daerah {BKD} Pemkot Depok sebagai pemilik lahan sertifikat HGB, untuk dibayarkan oleh PN Depok kepada PT Wahana tersebut. Akan tetapi belakangan pihak Badan Keuangan Daerah {BKD} berkelit dengan mengatakan bahwa PT Wahana tersebut ternyata Sertifikat HGB nya itu sudah mati alias bearkhir dengan lewat waktu kadaluarsa, dan pihak Kantor Badan Pertanahan Nasional {BPN} Kota Depok tidak melakukan perpanjangan sertifikat HGB tersebut, hal itu merupakan kebijakan pempinan atas perintah dari Walikota Depok KH M Idris untuk menerbitkan Sporadik dari pihak Kelurahan Limo, ucap Lurah Limo AA via pertelepon beberapa waktu lalu.
Dengan
status hukum PT Wahana sudah mati/berakhir Sertifikat HGB nya, dan terbitnyas
surat Sporadik, yang artinya bahwa lahan tol pemilik HGB tersebut, maka PT Wahana tidak lagi berhak untuk atas pembayaran lahan
tol yang sudah dibebaskan tersebut. Karena berdasarkan cerita dari sumber PT
Wahana, bahwa nantinya uang yang sudah dititipkan di PN Depok itu akan
dibayarkan kepada Pemkot Depok, melalui Kas Daerah, ucapnya.
Akhirnya
baru-baru ini pihak Pemkot Depok dalam hal ini Walikota Depok KH M Idris
memerintahkan kepada Lurah Limo AA untuk mencabut Kembali Surat Sporadik yang
sempat dibuatkan oleh Lurah Limo
tersebut. Anehnya bahwa PT Wahana yang sudah mati badan hukumnya, serta surat
Sertifikat HGB nya sudah berakhir/kadaluarsa justru menerima pembayaran ganti
untung lahan tol tersebut sebesar kurang lebih Rp.40 Miliar dan pihak warga pemilik Girik
hanya mendapatkan pembayaran ganti untung sebesar kurang lebih Rp.4,5 Miliar.
Sementara itu pula, dengan kebijakan Walikota Depok tersebut yaitu mencabut surat Sporadik yang dikeluarkan oleh Pemkot Depok melalui Lurah Limo AA, maka sejumlah LSM dan Awak media menduga telah terjadi suatu abius of power alias penyalahgunaan kewenangan ataupun jabatan yang dimiliki oleh Walikota Depok dan para pihak lainnya, yang dapat menguntungan diri sendiri, maupun pihak lain atau korporasi. Sehingga menimbulkankerugian keuangan negara. Maka adanya kebijakan pencsbutan Sporadik tersebut, yakni berlawanan dengan Pasal 2 dan Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi {Tipikor} yaitu UU No.31 Tahun 1999 JO UU No.20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Dengan
adanya kejadian tersebut publik berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi
{KPK} segera melakukan pemeriksaan dengan
penyelidikan terhadap para pihak terkait
yang berkepentingan dalam pembebasan lahan tol Cijago Seksi III Kukusan Beji
tersebut , yaitu Walikota Depok KH M Idris , Kepala Kantor Badan Pertanahan
Nasional {BPN} Kota Depok, Kepala Badan Keuangan Daerah {BKD} Kota Depok, Camat Limo, Lurah Limo, serta Ketua PN Depok
dan Ketua Panitia Tim Pembebasan Lahan Tol
Cijago Seksi III Kukusan Limo Kementerian PUR Bernama Eko, yang sudah
dipindah tugas ke wilayah Purwakarta. {dip/red}