Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono: Palestina dan Israel Bukan Urusan Kita
Jakarta, SI
Mantan Kepala BIN dan
juga Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) Jenderal (Purn.) AM
Hendropriyono menyatakan bahwa Palestina dan Israel bukan urusan kita (baca:
Indonesia), melainkan urusan mereka, bangsa Arab dan Yahudi. “Urusan Indonesia
adalah nasib kita dan hari depan anak cucu kita,” kata AM Hendropriyono di
Jakarta, Selasa (18/05/2021).
Hal tersebut
disampaikan AM Hendropriyono terkait dengan maraknya pro-kontra
dukung-mendukung perang Israel-Palestina. Ia menyampaikan keprihatinannya yang
disampaikan kepada teman-temannya sesama anggota Kerukunan Keluarga (KEKAL)
Akmil 1967. “Untuk nasib bangsa kita, saya mohon KEKAL Akmil 1967 tidak diam
saja, tapi mikir, ngomong dan berbuat sebisanya. Negara kita sedang diserang
oleh pemikiran ideologi khilafah,” kata Hendropriyono.
Menurut Hendropriyono,
banyak orang sudah terbawa arus pengkhianatan mendukung ideologi khilafah,
liberalisme, kapitalisme, komunisme, atau ideologi asing apapun. Ada juga oknum aparat militer dan polisi,
apalagi ASN (aparat sipil negara), juga politisi. “Kalau ada yang melecehkan
saya karena saya membela filsafat dasar bangsa kita, Pancasila, tolong
merapatkan barisan dengan saya untuk membela diri, bangsa kita sendiri. Ironis
sekali orang yang mengritik saya membela Pancasila, demi membela negeri sendiri,
tapi dia menggebu-gebu membela Palestina,” ujar Hendropriyono.
Pernyataan
Hendropriyono ini menanggapi informasi tentang adanya mantan politisi yang
tidak senang terhadap sepak terjangnya yang gigih membela Pancasila, melawan
ideologi asing.
AM Hendropriyono juga
mengingatkan tentang kehancuran Libya – dan Muammar Khadaffi. Pemimpin Libya
yang dicintai oleh 90% rakyatnya, dan Libya yang hancur akibat pengkhianat yang
jumlahnya hanya 10% dari penduduk.
Akibat provokasi Barat dan Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), rakyat Libya membunuh Khadaffi yang memberikan kesejahteraan. Khadaffi dihajar secara membabi-buta oleh orang yang notabene rakyatnya sendiri.
Orang-orang yang telah diantarnya sebagai pemilik produk domestik bruto (GDP) tertinggi per kapita di dunia. Libya memiliki angka harapan hidup terpanjang dan angka kemiskinan yang bahkan lebih rendah dibanding Kerajaan Belanda.Akibat provokasi dan
pemberontak propaganda barbar Barat dan NATO, rakyat rela membunuh yang
mengantarkannya untuk menikmati pendidikan gratis, layanan kesehatan gratis,
listrik gratis, pinjaman tanpa bunga, hingga apartemen gratis saat mereka menikah.
“Lihatlah negara mereka kini sangat di bawah standar keamanan dan ekonomi.
Mengerikan. Nah, penyesalan bukan datang di depan,” kata Hendropriyono
mengingatkan.
Apakah, lanjut
Hendropriyono, Indonesia mau mendaftar seperti negeri lain yang hancur akibat
propaganda oleh kaum yang ingin menghancurkan NKRI ini, dengan mengatasnamakan
agama yang kita lihat di NKRI ini. “Saya mohon para sobatku yang tercinta
bergandengan tangan dengan saya melawan pikiran penganut ideologi-ideologi
asing yang sesat itu. Mereka orang yang terbawa arus sampai lupa diri, lupa
anak, lupa cucu, untuk hari depan mereka,” kata Hendropriyono.
Mereka, kata
Hendropriyono, malah mengurus orang lain yang belum tentu akan membalas budi
jika mereka menang melawan musuhmya. Malah mungkin mereka akan mengebom anak
cucu kita sampai mati dan cacat. Tidak ada dalil balas budi dalam politik.
Tidak pernah ada. “Jadi para sahabatku yang tercinta, kalau ada yang mengritik
saya atau kita dalam berbicara melawan khilafah atau ideologi apapun, mohon
di-counter. Lawan. Jangan takut. Jangan juga diam saja. Karena diam berarti
melakukan pembiaran. Dan, itu adalah kejahatan juga. Disebut sebagai crime of
omission, yakni kejahatan karena membiarkan orang melawan negara, bangsa kita
sendiri,” papar Hendropriyono.
Hendropriyono mengajak
dan berharap, sebelum akhir hayat, bangsa dan Negara Indonesia harus tetap
berdiri dengan ideologi Pancasila. Juga belajar dari Libya, Suriah, Afghanistan,
Yaman, yang hancur. “Kita harus tetap
berdiri di atas tanah air bangsa kita sendiri. Bukan di atas tanah Palestina,
bukan Israel, bukan Arab,” pungkas Hendropriyono. (Sumber Berita: https://www.facebook.com/red)