Terkait Kasus Korupsi Dana BOS Didik Kota Bogor : Enam Orang Kepasek SDN Kota Bogor Divonis 6 Tahun Penjara Oleh PN Tipikor Bandung
Bogor, SI
Enam orang Guru (ASN) selaku Pendidik, dengan Semboyan Guru Pahlawan Tampa Tanda Jasa suatu frofesi yang mulai, yang terdiri dari para oknum Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan guru SD serta satu orang dari unsur swasta di Kota Bogor diseret ke Pengadilan Tipikor Bandung, Kelas IA Khusus Bandung, Jalan LLRE Martadinata, beberapa waktu lalu, karena terlibat kasus korupsi Dana Bosos untuk para Siswa di Kota Bogor.
Mereka didakwa Jaksa
Penuntut Umum(JPU) Kejari Bogor, bernama
Haryadi SH, atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi bantuan operasional
sekolah (BOS). Tujuh terdakwa itu yakni;
H Gunarto, mantan Kepala SD Ciluar II Kecamatan Bogor Utara, H Basor PNS guru,
Dedi selaku Kepala SD Negeri Gunung Batu I, M Wahyu Kepala SDN Panaragan I
Kecamatan Bogor Tengah, Subadri Kepala SDN Bondongan Kecamatan Bogor Selatan
dan Dede M Ilyas selaku Kepala SDN Bangka III Kecamatan Bogor Timur. Dari unsur
swasta, JR Risnanto dari unsur swasta, selaku pihak ketiga penyedia jasa dalam
penyeluran dana BOS tersebut.
Dalam dakwaan JPU yang
dibacakan dalam sidang yang diketuai hakim R.Riambido, SH.MH.disebutkan kasus
ini terjadi bermula saat 211 SD di Kota Bogor menerima dana BOS pada 2017
senilai Rp 69 miliar lebih, 2018 Rp 70 miliar lebih dan 2019 Rp 67 miliar
lebih.
Dari total itu, salah
satunya, dana BOS digunakan untuk pengadaan naskah soal ujian. Saat itu,
terdakwa JR Risnanto meminta untuk jadi rekanan untuk penyedia penggandaan
naskah soal ujian sekolah dasar se-Kota Bogor 2017 senilai Rp 22 miliar lebih.
"Saat itu, saksi
Taufan Hermawan, almarhum, selaku Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S)
Kota Bogor 2017-2020 menyampaikan pada terdakwa JR Risnanto bahwa dari harga
yang nantinya akan dimuat dalam kontrak kerjasama, tidak seluruhnya dibayarkan
kepada JR Risnanto melainkan akan ada potongan dengan alasan untuk operasinal
sekolah," ucap Haryadi, saat membacakan dakwaannya
Selanjutnya kata Jaksa,
pengadaan soal ujian ini dikoordinir oleh Taufan Hermawan bersama-sama K3S
tiap kecamatan. Yakni soal ujian UTS semester genap, UKK semester genap, try
out I - III di semester genap. Lalu, ujian sekolah semester genap, UTS semester
ganjil dan UAS semester ganjil selama 2017-2018-2019 untuk sebagian besar SD
Negeri di Kota Bogor menghabiskan biaya Rp 22 miliar lebih bersumber dari APBN
2017,2018 dan 2019.
"Akan tetapi, jumlah tersebut tidak seluruhnya dibayarkan kepada penyedia yakni JR Risnanto melainkan hanya Rp 12 miliar lebih. Dengan demikian terdapat selisih sebesar Rp 9,8 miliar lebih, untuk bacanagn para Kepsek dan yang lainnya" ujar Haryadi.
Nilai selisih dari Rp
9,8 miliar itu kemudian dibagi-bagi kepada sejumlah pihak setelah disepakati
oleh Taufan Hermawan selaku Ketua K3S Kota Bogor bersama para terdakwa H
Gunarto, Basor, Dedi S, M Wahyu, Subadri dan Dede M Ilyas.
Dengan rincian tahun
anggaran 2017-2019 yakni Taufik Hermawan menerima dan bertanggung jawab atas
dana Rp 2,5 miliar lebih, Gunarto sebesar Rp 399 juta lebih, H Basor sebesar
Rp 236 juta lebih, Dedi S sebesar Rp 349 juta lebih, M Wahyu sebesar Rp 255
juta lebih.
"Kemudian Subadri
Rp 389 juta lebih, Dede M Ilyas Rp 349 juta lebih dan seluruh kepala sekolah
yang turut mengikuti pengadaan soal yang dikoordinir pengurus K3S Kota Bogor
menerima dana Rp 4 miliar lebih," ucap Haryadi.
Dalam mengusut kasus
ini, jaksa menggandeng audit Inspektorat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI. Dan dari anggaran yang dikeluarkan Rp 22 miliar lebih untuk pengadaan
naskah soal tahun 2017-2019 dikurangi penghitungan nilai wajar sebesar Rp 4,9
miliar lebih. "Sehingga, hasil audit Inspektorat Jenderal Kemendikbud
menentukan kerugian negara dalam pengadaan naskah soal ujian tahun 2017-2019
sebesar Rp 17,1 miliar lebih. Para terdakwa dijerat dan diancam JPU dengan
Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi," ucap Haryadi.
Ternyata Disdik Kota Bogor
Belum Berhendi Dalam Permasalahan Korupsi Dana BOS
Hanafi yang kini baru menduduki
jabatan Kadis Pendidikan Kota Bogor yang
menggantikan Fahmi, kini sudah
dihadapkan pada permasalahan pelik alias pusing tujuh keliling , dengan adanya
duka yang mendalam terkait adanya putusan Pengdilan
Tipikor Bandung, dimana para Kepsek yang berjumlah 6 orang tersebut
telah divonis masing-masig 3 Tahun penjara
bagi 6 Kepala dan 7 Tahun bagi Saudara Risnanto (dari pihak ketiga/percetakan).
Dengan adanya peristiwa
korupsi dana BOS tersebut,yang baru pertama kali terjadi diungkap oleh pihak
Kejaksaan, yang hanya terjadi di Kota
Bogor saja. Maka akibat dari itu pihak Pemkot Bogor melakukan sosialisasi dalam bantek/bintek (Bantuan
teknis/Bimbingan teknis), mekanisme Dana Bos pada acara tersebut dibuka oleh Sekda
Kota Bogor Syarifah Sopiah, dilanjutkan Inspektorat, BPKAD, Pengendalian
Program, Kejaksaan Negeri Kota Bogor yang diwakili oleh Saudara Cakra masing-
masing memberikan material mekanisme Dana Bos termasuk Dinas Pendidikan
dihadiri oleh Kadisdik, juga perwakilan Kepala Sekolah dari 6 Kecamatan, acara
selama 5 hari berlangsung di Hotel Padjadjaran Suites BNR beberapa waktu lalu. Adapun
Motto dalam Bintek tersebut, “Bekerja bukan berdasarkan kebiasaan, akan tetapi
bekerja berdasarkan aturan”. Berarti, kalau bekerja berdasarkan kebiasaan
artinya KORUPSI DANA BOS sejak zaman dulu sudah ada, tapi baru diungkap saat
ini.
Sementara itu, di dalam
mekanisme Dana Bos diatur dalam Permendikbud No. 6 Tahun 2021 pertanggung
jawaban di tahun 2021 ini dan berikutnya
kewenangan berada pada Sekda Kota Bogor,
dalam arti nanti kalau terjadi lagi Korupsi Dana Bos di Kota Bogor,
maka Sekda dan Pengguna Anggaran yang
harus bertanggung jawab.
Terkait Persoalan Dana
Bos bukan lah hal baru, akan tetapi barang lama yang intinya ada di PP No. 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan dengan ada perencanaan dengan
penggunaan berdasarkan Dapodik dengan ketetapan 8 Asnaf, dan penggunaan Dananya
mengacu pada PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Baik APBD ataupun
APBN, hanya itu.
Ternyata di balik itu
dalam praktekya ada rupanya keanehan
setelah selesai sosialisasi timbul permasalahan, diantaranya:
1.Kepala Sekolah
diminta membantu uang sebesar Rp. 500.000,- x 211 (jumlah Kepala Sekolah),
dikoordinir masing-masing melalui kordinator
Kecamatan untuk ke 6 (enam) K3S yang sedang Kena Permasalahan Hukum, niatnya
baik sekali, dan kami setuju langkah-langkah mulia itu, adanya “Jiwa Korsa”.
Tapi sebaiknya uang tersebut diberikan kepada
keluarganya, bukan kepada orang yang lagi di tahan, untuk apa orang di tahan dalam
penjara dikasih uang?. Yang menjadi sesuatu yang tidak masuk akal pikiran
Kepala Sekolah diwajibkan memgembalikan uang KESBEK, artinya mengembalikan
(uang) hasil pemberian atas kelebihan Dana Bos dari K3S sesuai dengan jumlah banyaknya murid. Kalau memang
harus memgembalikan uang,maka kapasitas itu
adalah pihak BK, maka bukanlahorang pribadi yang benar, artinya bukan kewenangan orang per orang.
Sementara,menurut
Kadisdik Kota Bogor Hanafi, terkait
dengan masalah uang KESBEK, mengatakan kepada Irianto dari LSM BHM
Bogor Raya tidak mau tahu tentang hal
itu, dan juga tidak harus mencari tahu
terkait uang Kesbek tersebut. Namun Kata Irianto, lambat laun nanti akan terbongkar juga, karena
kalau serius mencari tahu takut ada yang
tersinggung, ungkapnya. Bahkan dikatakan persoalan KESBEK itu tidak benar,
pihak Kejaksaan pun sama persepsinya menurut Saudara Hanafi, walau tidak berani
menyebut nama dari pihak Kejaksaan itu, hanya masalah waktu saja, sebab kebenaran
itu selalu datangnya belakangan.
Sementara, menurut Rade
Kasi Pidsus Kejari Bogor, terkait dengan masalah uang Kesbek tersebut,
sebaiknya dilaporkan saja, kepada pihak Saber Pungli, hal itu ketika diminta
konfrimasi oleh Tinus pertelepon
Namun rupanya Kasi Pidsus
Kejari Bogor tersebut mugkin lupa atau sengaja pura-pura lupa, yaitu terkait
dengan masalah kasus korupsi dana bos tersebut, dimana ada UU yang mrngatur
tentang aliran dana pencucian uang yaitu
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni terkait dengan Follow The Money,
mengikuti aliran uangmkemana saja, hal itu bisa dilancak melalui PPATK, kalau ada niat
dari pihak Kejari Bogor, dalam menegakkan hukum dan keadilan. Jadi tidak perlu
lagi masyarat untuk melaporkannya, seperti halnya yang diperintahkan oleh Kasi
Pidsus tersebut, ujar Irianto dari LSM Barisan Monitoring Hukum (BMH) Bogor
Raya.
Lanjut Irianto, Kalau
memang para oknum Kepala Sekolah tersebut dianggap menjadi persoalan hukum,
kenapa tidak dituangkan dalam BAP, minimal Pasal 55 ayat 1 (turut serta), dimana
pihak-pihak lainnya sewaktu diperiksa saat penyidikan di Kejari Bogor, mengapa
mereka tidak dibuatkan BAP tersendiri, karena diduga turut serta atau iktu
mebantu Psl 56 KUHP, terkait dengan Dana Kesbek tersebut. Jadi jangan ada
penyeludupan hukum, Imbuhnya.
Sementara itu pula, terkait
adanya peran Kabag Hukum Kota Bogor, Alma yang didampingi oleh Furqon Kabid Sarpras dari Diaspora, dan Towap,
yang bertindak selalu Kuasa Hukum/Pengacara memawakili klien Risnanto (dari pihak percetakan), dimana LSM
BMH mempertanyakan terkait dengan pengacara yaitu
tentang Hak Retensi & Hak Subtitusi dengan KESBEK atas dasar UU No. 18
Tahun 2003 tentang UU Advokad Dalam Pengertian Hukum (pendapat, petunjuk, alat
bukti dan Fakta Hukum di Pengadilan) dipermasalahan KESBEK.
Lalu kemudian uang tersebut dititip di Kejaksaan Negeri Bogor,
apakah ada bukti notarial terkait uang Kesbek tersebut, sebab jangan terkesan ada lagi pembohongan publik di Kota Bogor terkait
dengan kasus tersebut, ucap Irianto
Menurut Irianto, dalam
kasus ini, diduga ada peran daripada
Sekda Kota Bogor Syarifah Sopiah, hal itu terkait dengan kegiatan Dana Bos, karena Sekda sebagai Ketua
TPAD (Tim Perumus Anggaran Daerah) adanya koordinasi dengan Pengguna Anggaran
(PA) alias Kadisdik dalam menjalankan kegiatan yang tercantum dalam DPA.
Ditambah lagi fungsi Sekda yang memiliki
jabatan karir tertingg selaku ASNyaitu mempunyai tugas mulia sebagai penyelamat
KORPRI, Advisor terhadap SKPD/OPD, juga pada Walikota dan wakilnya dibantu
Asisten, Pengendalian Program, Kabag Hukum dan BPKAD, ujarnya.
(dip/red)