Pengacara
Menghianati Kliennya Melanggar Kode Etik : Gugatan PMH Pungli Terhadap Siswa SMAN 4 Diajukan di PN Depok
Depok, SI
Seorang klien
dikecewakan oleh Pengacara/Advokat selaku Kuasa Hukum, klien tersebut bernama Jansen
Manullang, dirinya akan mengajukan gugatan baru atas kasus
perdata nomor 106/Pdt.G/2019/PN.Dpk ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok.
Penyebabnya, karena kuasa hukumnya
secara sepihak telah melakukan perdamaian dengan para tergugat tanpa sepengetahuan
Jansen selaku penggugat principal.
"Kemarin saya
tanya ke desk PN Depok, sudah sampai dimana kasus saya. Karena saya tidak
mendapat laporan dari pengacara saya mengenai progress gugatan kami sudah
sampai dimana?. Kata orang PN kasus itu sudah selesai secara damai antar kedua
belah pihak. Nah lho!," kata Jansen kepada wartawan di PN Kota Depok,
beberapa waktu lalu
Tindakan
daripada Kuasa hukum tersebut, hal itu bertentangan dengan Kode Etik tentang
Advokat, hal itu pula terkait dengan
Pasal 6 UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, yakni bagian Ke Empat Penindakan.
Dalam Pasal 6, Advokat
dapat dinenaik tindakan: a.
Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya, b. Berbuat atau beritngkah
laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesianya, c. Bersikap,
bertingkah laku, bertutur kata atau menegeluarkan pernyataan yang menunjukkan Sikap
tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan atau pengadilan, d.
Berbut hal-hal yang bertentangan dengan, kewajiban, kehormatan, atau harkat dan
martabat profesinya, e. Melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan dana tau perbuatan tercela, f. Melanggar Sumpah/Janji Advokat/atau
kode etik profesi advokat
Sementara itu, Jansen
pun mengaku kaget mendapati kasus dugaan pungli dan penyalahgunaan wewenang
yang dilakukan oleh Kepala Cabang Dinas Pendidikan (KCD) Wilayah II Bogor-Depok
Dadang Ruhiyat, selaku tergugat 1, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS)
SMA Kota Depok Umar, selaku tergugat II, dan Ketua Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah (MKKS) SMK Kota Depok Kholil, selaku tergugat III.
Dalam gugatannya,
Jansen meminta kepala sekolah menghentikan pungutan liar yang dibungkus dalam
bentuk Pungutan Dana Pendidikan (PDP) atau Sumbangan Peningkatan Kualitas
Pendidikan (SPKP) di SMAN dan SMKN Se-Kota Depok sebesar Rp 200.000 s/d Rp
400.000 per siswa setiap bulannya, dimana praktik tersebut sudah dilakukan
sejak 2016.
Karena, pertama, hal
itu diduga melanggar atau bertentangan dengan UU dan Peraturan yang berlaku di
Indonesia. Dan kedua, dana tersebut tidak pernah kena audit oleh akuntan
publik. "Sehingga tidak adanya akuntabilitas kepada masyarakat sehingga
laporan penggunaan tidak pernah diumumkan ke publik, yang berakibat tidak
adanya transparansi atau akuntabilitas sesuai pasal 55 ayat (2) PP Nomor 48
Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan," katanya.
Sehingga atas perbuatan
tergugat I telah lalai melakukan pengawasan terhadap SMAN/SMKN Se-Kota Depok
bahkan diduga turut serta merestui misi pungli yang mengakibatkan penggugat
mengalami kerugian baik secara materiil maupun immateriil yang jumlahnya
mencapai Rp 18 miliar (13 SMAN dan 4 SMKN) berdasarkan temuan di lapangan
rata-rata 1.000 siswa/sekolah.
Sedangkan kerugian
immateriil, yaitu hilangnya kredibilitas atau nama baik lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, penggugat minta ganti rugi immateriil kepada tergugat sebesar
Rp 36 miliar. "Dana itu nantinya akan kami salurkan untuk kepentingan
dunia pendidikan di Kota Depok," ujarnya.
Anenya, tanpa
sepengetahuan Jansen selaku penggugat principal, kasus ini ternyata sudah ketuk palu damai di PN Depok pada 14 Oktober
2019. Yang mengacu pada akta perdamaian 17 September 2019 yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak. "Disepakati oleh kedua belah pihak darimana
itu?. Orang saya nggak ada ngerasa atau dimintai tanda tangan perdamaian atau
apapun juga dari kuasa hukum saya. Apa iya kuasa hukum begitu cara
kerjanya?" kata Jansen.
"Saya akan
mengajukan gugatan baru mengenai kasus ini ke PN Depok, segera,"
tambahnya.
Terpisah, Ketua
Pusbakum PN Depok Muhammad Razali Siregar menyayangkan
sikap kuasa hukum yang tidak menjunjung kode etik, melaksanakan perjanjian
damai sebuah perkara atau gugatan tanpa seizin atau sepengetahuan penggugat
principal. "Kalau pengacara melakukan perjanjian damai dengan pihak
tergugat tanpa sepengetahuan penggugat principal, laporkan ke PERADI
(Perhimpunan Advokasi Indonesai) biar dicabut izinnya. Salah itu, kalau
pengacara benar nggak mungkin begitu," kata Razali.
Razali menyebutkan
langkah yang dapat diambil oleh Jansen selaku penggugat principal yaitu menarik
perkara perdata tersebut dari PN Depok, mengganti pengacara lalu mengajukan
gugatan baru dengan pokok materi yang sama. "Ambil berkas perkara itu
sebagai bahan pokok materi, ganti kuasa hukum terus daftarkan gugatan
baru," ungkapnya.
Sementara
itu pula, Kepala Sekolah SMAN 4 yang juga menjabat selaku Ketua MKKS SMA Kota
Depok, Umar ketika dikonfirmasi RRI mengatakan, bahwa pungutan itu mengacu pada
PP 48 tahun 2008 bahwa biaya pendidikan itu tanggung jawab pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan masyarakat.
Karena ada pengalihan
manajemen pendidikan SMA/SMK Negeri Kota Depok, mengakibatkan dana BOS Daerah
(BOSDA) sumber dana dari APBD tingkat II SMAN/SMKN Se-Kota Depok, harus dihapus
yang besarannya Rp 2 juta per siswa, setiap tahunnya.
Padahal Provinsi hanya
bisa membantu sebesar Rp 700 ribu per siswa, setiap bulan. Sehingga terjadi
defisit anggaran pendidikan SMAN/SMKN Se-Kota Depok sebesar Rp 1,3 juta. "Dari
sanalah kita mungkin melakukan adanya pungutan yang dirumuskan dalam sebuah RKS
(rencana kerja sekolah), karena aggaran sekolah tidak cukup kalau hanya
mengandalkan BOS. Dari pusat Rp 1,4 juta dan dari provinsi Rp 700 ribu. Tapi di
2018 dana BOS dari provinsi yang Rp 700 ribu sudah tidak diberikan lagi,"
ujar Umar.
Oleh karena itu, lanjut
Umar, seorang kepala sekolah memiliki kreatifitas dan inovatif melakukan
pungutan yang mengacu kepada kebutuhan. Tujuannya untuk menjaga kualitas,
prestasi, berdaya saing sekolah, maju baik secara antara sekolah Se-Kota Depok,
se Wilayah II bahkan hingga nasional.
Umar mengakui sumbangan
SPKP yang dibebankan kepada orang tua siswa di kisaran Rp 200 ribu hingga Rp
400 ribu. Di SMAN 4 Kota Depok sendiri pungutannya sebesar Rp 250 ribu per
siswa, setiap bulannya.
"Tujuannya untuk
biaya operasional sekolah, mulai dari gaji guru honor, bayar OB, bayar Satpam,
listrik, kebersihan, internet, AC dan lainnya. Listrik aja bisa mencapai Rp 30
juta per bulan di SMAN 4," ungkapnya.(kbrn/dip/red)