KPK
dan Ombudsmen Harus Panggil Walikota Depok
Terkait Perwa RTRW No 1 Thn 2015
Depok, SI
Terkait adanya
Kebijakan Walikota Depok tentang Peraturan Walikota (Perwa) Kota Depok, hal itu
dianggap public ada indikasi dugaan menyalahgunakan wewenang dan jabatan (A
buse of Power), yaitu untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, kelompok
maupun Korporasi, yang mengarah kepada tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN).
Oleh sebab itu, Koordinator
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Movement Alfred Sitorus mendesak Ombudsman RI
memanggil Wali Kota Depok M. Idris Abdul Somad terkait dengan penerbitan
Peraturan Walikota (Perwal) Tata Ruang Tapos tanpa terlebih dahulu merevisi
Perda Kota Depok No 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)
Kota Depok 2012-2032. Pihaknya menduga ada indikasi maladministrasi dan
malregulasi terkait terbitnya Perwal tersebut.
"Kalau memang
nanti kita uji bersama-sama bahwa ini memang sudah memenuhi aturan, kami ngga
masalah. Tapi kalau benar menyalahi aturan, ya silahkan Ombudsman untuk bisa
memberikan teguran sampai sanksi apa yang bisa dilakukan," kata Alfred
saat Diskusi Publik tentang Konversi 510 RTH untuk Meikarta Depok, di Jalan
Siliwangi, Kota Depok, Senin (16/12/2019) lalu.
Lanjut Alfred, Ia
menilai Perwal Tata Ruang itu merupakan produk dari sikap responsif Wali Kota
Depok pasca dianulirnya beberapa pasal di dalam Perda RTRW tersebut oleh
Mahkamah Agung (MA) dalam Judisial Review yang dilayangkan oleh PT Karabha
Digdaya 2018 lalu. PT Karabha Digdaya adalah penggugat principle terhadap Perda
Kota Depok No 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota
Depok 2012-2032. "Gugatan ini dimenangkan oleh PT Karabha melalui putusan
uji materi nomor 03 P/HUM/2018 pada 6 Maret 2018 yang mengabulkan beberapa
permohonan PT Karabha.
Ada beberapa pasal di
dalam Perda RTRW yang dianulir oleh MA," jelas Alfred.
Meski demikian, dalam
anulir pasal per pasal itu MA tidak menyebutkan secara spesifik di titik yang
mana. Tetapi ada beberapa pasal yang dianulir yang pasal hukumnya itu cacat demi
hukum karena sudah dianulir. "Yang jadi masalah adalah ketika kekalahan Pemkot
Depok dari PT Karabha Digdaya di MA, Wali Kota Depok seperti tidak berdaya lalu
secara responsif tidak mengikuti tatanan aturan semestinya langsung
mengeluarkan Perwal? Kan ngaco ini, harusnya kan revisi perda dulu. Ada
apa?" tanya Alfred.
"Ketika Perda ini
beberapa pasalnya sudah dianulir, harusnya Pemkot Depok segera merevisi Perda
tersebut lalu menerbitkan Peraturan Walikota (Perwal). Yang terjadi ini, belum
melakukan revisi Perda sudah buru-buru mengeluarkan Perwal Tata Ruang Tapos
terhadap keberlanjutan kota?" tambahnya.
Meskipun Pemkot Depok
kalah Judisial Review di MA, perubahan-perubahan warna kawasan hijau yang
tadinya ada di Perda RTRW itu, tidak serta merta langsung bisa dijadikan kuning
(kawasan pemukiman) seperti membalikkan telapak tangan. Harus melalui proses
kajian terlebih dahulu dan harus menempuh kajian lingkungan hidup strategis
(KLHS).
"Agar mengeluarkan
prinsip kehati-hatian, karena yang akan menerima dampaknya bukan hanya Walikota
dan jajarannya tetapi juga publik," ungkapnya.
Menurutnya hal ini akan
berdampak pertama pada lingkungan, bagaimana suplai air dan lain-lain ketika
itu di bangun. Kedua, dampak lalinnya seperti apa ketika ada hunian di sana,
juga sistem transportasinya dan yang ketiga ketika kawasan itu dikonversi bagaimana
dampaknya dengan petani-petani yang ada di sana.
Kemudian ketika ruang
sudah dinyatakan kuning, proses perizinannya juga harus ditempuh dengan baik
dan benar. Jangan sampai kasus ini masih dalam proses tahapan putusan MA dan
diajukan lagi revisi Perda dan lain-lain sedangkan perizinan disana sudah
berjalan dan ada kegiatan konstruksi dan yang lain-lain. "Sehingga kami
berharap KPK juga hadir disana, jangan sampai ini ada indikasi suap terkait
dengan pembalikan RTRW dari hijau ke kuning," tandasnya.
Jejak Digital Walikota
Depok Terkait Kebijakan
Pada tanggal 16 April
2019, IDRIS selaku walikota Depok menerbitkan Peraturan Walikota (PERWA) No.22
tahun 2019 tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan Tapos.
Dalam PERWA itu disebut
sebagai "pengganti" PERDA Kota Depok No.1 tahun 2015 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok tahun 2012-2032.
Padahal, Mahkamah Agung
telah membatalkan dan menyatakan Perda No.1/2015 tersebut tidak sah dan tidak
berlaku umum.
Menyikapi putusan
Mahkamah Agung itu, IDRIS selaku walikota Depok menerbitkan Peraturan Walikota
(PERWA) No. 22/2019 tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan Tapos. Jadi, peraturan
walikota tersebut hanya berlaku di kecamatan Tapos saja.
Pertanyaan nya adalah :
" Bagaimana Pemanfaatan Ruang di Wilayah Kecamatan lainnya (11 kecamatan
diseluruh wilayah Kota Depok) ?. Apakah IDRIS akan menerbitkan PERWA-PERWA
lainnya, diantaranya :
1.PERWA IDRIS tentang
Pemanfaatan Ruang Kecamatan Cimanggis., 2. PERWA IDRIS tentang Pemanfaatan
Ruang Kecamatan Cilodong., 3. PERWA IDRIS tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan
Sukmajaya., 3.PERWA IDRIS tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan Pancoran Mas. 4.PERWA
IDRIS tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan Beji., 5. PERWA IDRIS tentang Pemanfaatan
Ruang Kecamatan Cipayung. 6.PERWA IDRIS tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan
Sawangan., 7.PERWA IDRIS tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bojongsari., 8.PERWA
IDRIS tentang Pemanfaatan Ruang Kecamatan Limo.. 9.PERWA IDRIS tentang Pemanfaatan
Ruang Kecamatan Cinere.
Lalu, Apakah M. IDRIS
Walikota Depok diperbolehkan oleh
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN YANG BERLAKU untuk mengatur PEMANFAATAN RUANG
DISELURUH WILAYAH KOTA DEPOK TANPA MELIBATKAN DPRD KOTA DEPOK. Makka M. IDRIS
terbukti "ABUSE OF POWER" alias MELAMPAUI BATAS KEWENANGAN NYA. Kota DEPOK
MAU DIBAWA KEMANA KIAI !? Ucap sejumla penggiat LSM AnttiKorupsi. (dip/red)