Rekayasa
Penyerahan Uang Konsinyasi Rp.129 Milar :
Kasus
Pembebasan Lahan Tol Desari Akhirnya
Kini Diusut Oleh Polda Metro Jaya
Depok, SI
Husen Sanjaya selaku salah
satu pihak bersengketa atas uang Konsinyasi sebesar Rp 129 miliar untuk
pembayaran pembebasan lahan terkena Tol Depok – Antasari (Desari) seluas 1,8
hektar di wilayah Rw 04 dan Rw 05 Kelurahan Krukut, Kecamatan Limo, akhirnya
bernyanyi
Husen serius untuk mengungkap dugaan rekayasa
penyerahan uang konsinyasi kepada salah satu pihak bersengketa, terkait
pembebasan lahan tol Desari tersebut, kini kasus tersebut memasuki babak baru dan mulai
menemukan alat bukti terkait adanya rekayasa.
Para pihak yang
bersengketa, diduga terlibat dalam
proses pencairan dan penyerahan uang konsinyasi kepada salah satu pihak
bersengketa sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, dengan dugaan modus penipuan
dan penggelapan dana tersebut. Serta para oknum pejabat bisa dijerat dengan
pasal 2 dan 3 UU Tipikor, karena dugaan menyalahgunakan wewenang dan jabatan
yang dimiikinya, atau memperkaya orang lain atau korporasi, sehingga uang
negara dirugikan begitu saja. Sementara yang berhak atas tanahnya yang telah
dibebaskan tidak mendatapkan ganti rugi
sebagaimana mestinya.
Kini para pihak terkait sudah mulai dipanggil
sebagai tahapan pemyelidikan dalam proses
hukum, yakni adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan oleh sejumlah pejabat diinstitusi
terkait, yakni oknum tim pembebasan lahand ari Kemnetrian PUPR, Kemneterian
ATR/BPN dan pihak lainnya.
Husen Sanjaya sebagai
ahli waris H. Naman Bin Sapri, mengungkapkan kepada wartawan, dirinya mengaku optimis bahwa para pelaku skandal uang
konsinyasi Tol Desari bakal tersandung kasus hukum. Bahkan, lanjutnya, semua
oknum yang bermain pada proses penyerahan secara sepihak uang konsinyasi akan
merasakan dinginnya hotel prodeo yang
gratis tersebut.
“Lihat saja nanti,
semua yang terlibat skandal pencairan uang konsinyasi akan masuk bui, karena
sekarang prosesnya sudah digarap oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya, dan para
pihak yang diduga terlibat telah dipanggil untuk dimintai keterangannya, ” ujar
Husen, beberapa waktu lalu.
Bahkan menurut Husen,
tidak hanya soal uang konsinyasi sebesar
Rp 129 miliar yang dititipkan oleh P2T proyek Tol Desari pada tanggal 14
Desember tahun 2017 lalu, namun dirinya juga melaporkan oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota
Depok yang diduga telah menerbitkan tujuh Sertifikat Hak Guna Bangun (HGB) atas
nama PT. Megapolitan Developments Tbk yang diketahui tumpang tindih dengan
lahan milik dirinya dan beberapa warga lainnya. “Ya, soal penerbitan tujuh
Sertifikat HGB juga nanti akan diproses, tunggu tanggal main nya saja, semua
yang tadinya terlibat bakal menerima akibatnya, ” tegas Husen.
Pengadilan Negeri Depok
Masih Bungkam
Sementara itu, para
pemilik lahan Girik Letter C 675a diwilayah Rw 04 dan 05 Kelurahan Krukut,
Kecamatan Limo, mengaku kecewa dengan sikap Pengadilan Negeri (PN) Depok yang
belum juga menjelaskan secara gamblang posisi uang Konsinyasi sebesar Rp 129
milyar yang dititipkan di Pengadilan Negeri pada tanggal 14 Desember 2017
silam.
Husen Sanjaya salah
satu ahli waris pemilik lahan mengaku tidak mengerti mengapa Pengadilan Negeri
seolah enggan menjelaskan soal posisi uang pembayaran tol yang berada ditangan
pengadilan padahal kata dia saat menggelar aksi unjuk rasa 9 Januari silam,
Sobandi selaku Ketua Pengadilan Negeri Depok berjanji akan memberikan
penjelasan kepada Sunaryo Pranoto dan kawan kawan selaku salah satu pihak
bersengketa atas uang pembayaran tol tersebut.
“Waktu kami menggelar
aksi Demo, Ketua pengadilan berjanji akan memberikan jawaban soal uang
konsinyasi itu paling lambat dua pekan dan sekarang sudah hampir sebulan belum
juga ada penjelasan dari pengadilan prihal posisi dan kedudukan uang konsinyasi
pembayaran lahan kami,” ujar Husen Sanjaya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Husen menambahkan,
sebelumnya kuasa hukum Sunaryo Pranoto, Hairul Mu’minin sempat mendatangi Pengadilan
Negeri (PN) Depok untuk mempertanyakan soal kedudukan dan posisi uang
konsinyasi kepada Ketua Pengadilan namun lanjut dia menurut penuturan Hairul,
saat itu Ketua PN sedang tidak berada di Kantor.
“Kami mendapat kabar
dari Kuasa hukum kami, bahwa Ketua Pengadilan sedang tidak ada di Kantor dan
sampai sekarang kami belum tahu posisi sebenarnya tentang uang pembayaran tanah
kami apa masih ada di Pengadilan atau sudah diserahkan kepada pihak bersengketa
lainnya, ” imbuhnya.
Dikatakan Husen,
kepastian soal posisi uang konsinyasi sangat penting bagi pihak pemilik Girik
untuk menentukan langkah selanjutnya.
“Kami akan menentukan
langkah selanjutnya setelah ada kepastian posisi uang konsinyasi yang ada
ditangan Pengadilan, ” ucap Husen.(rido/dip/red)