Pihak
Pengadu Sudah Mencabut Laporan Polisi :
Penyidik
Sat Reskrim Polresta Tangsel Masih Tetap Ngotot Melakukan Penahanan
Tangsel,
SI
Kapolresta Tangerang
Selatan (Tangsel) AKBP Ferdy Irawan Saragih, SIK, M.Si kinerjanya disorot oleh praktisi hukum Tardip
Gabe, masalahnya, anak buah Kapolresta Tangsel tersebut yakni Kasat Reskrim
Polresta Tangsel Akp Muharam Wibisono Adipradono, SH., S.IK, merasa berada
diatas hukum, penuh dengan arogansi kekuasaan yang dimilikinya. Dimana penyidik
tidak lagi bersikap professional dalam menjalankan penegakan
hukum, sesuai dengan KUHAP dan Peraturan Kapolri (Perkab), serta acuan SOP
(Standart Operasioanal dan Prosedur).
Sebab Ricci Fadri
sebagai pelapor, yang mengadukan Hefriko Siregar kepada Satreskrim Polresta Tangsel, berdasarkan
Laporan Polisi No LP.
B/407/XI/2019/Reskrim, klasifikasi biasa, terkait dengan Pasal 378/372 KUHP,
sudah mencabut aduannya tersebut, serta bahwa Ricci Fadri telah melakukan
Perdamaian dengan Hefriko melalui Kuasa Hukumnya Tardip Gabe di Bandara
Soekarno Hatta, ditempat Ricci bekerja, yaitu pada hari Senin, tanggal 9
Desember 2019.
Berdasarkan pencabutan perkara delik aduan tersebut oleh
pelapor Ricci, harusnya Demi Hukum Hefriko sudah dilepaskan oleh penyidik Sat
Reskrim dari Sel Tahanan Polresta Tangsel. Namun faktanya
hingga hari Jumat, tanggal 13 Desember 2019, dimana penyidik Sat Reskrim Polresta
Tangsel melalui Kanit Ranmor Agam, tidak mau melepaskan Hefriko tersebut dari
Sel Tahanan Polresta Tangsel tersebut, tampa alasan yang jelas.
Sebelumnya Agam selaku
Kanit Ranmor mengatakan, untuk melepaskan tersangka Hefriko harus terlebih
dahulu berkordinasi dengan Jaksa Penuntu Umum (JPU) Kejari Tangsel bernama Desi
SH, karena berkasnya sudah dilimpahkan ke Kejari Tangsel dengan status tahap I.
Namun ketika Kuasa Hukum mendatangi Kantor Kejari Tangsel untuk menemui JPU tersebut,
dirinya tidak ada ditempat. Bahkan Kanit Ranmor Agam, yang sebelumnya sudah
janji dengan Kuasa Hukum ketemu di Kejari Tangsel, hari Kamis tanggal 12
Desember 2019 juga tidak datang pagi hari jam 10 pagi, sesuai dengan janjinya.
Akhirnya Kuasa Hukum
menemui Kasi Pidum Kejari Tangsel Taufik, SH dan menceritakan duduk
permasalahannya Hefriko tersebut, bahwa kasus itu sudah diadakan perdamaian dan
pencabutan laporan polisi, antara Pelapor Ricci dan Terlapor Hefriko, karana hal itu merupakan
delik aduan. Kata Kasi Pidum tersebut nanti akan saya panggil dulu anak buah
saya Desi selaku JPU yang menangani
perkara tersebut.
Dengan kekuasaan yang
dimiliki oleh Kapolresta Tangsel, karena merasa diatas hukum, hingga Kasat
Reskrim tidak mau melepaskan Hefriko tersebut demi hukum dari Sel Tahanan. Maka
Kuasa Hukum Tardip Gabe, akan segera melaporkan
hal tersebut kepada Bidang Propam dan Irwasda Polda Metro Jaya. Karena tindakan
penyidik dianggap telah melanggar Hak Asasi kliennya tersebut. Harusnya Hefriko
sudah menghirup Udara bebas, dimana kemerdekaan daripada kliennya Hefriko masih
dikungkung di Hotel Prodeo tersebut.
Kuasa Hukum Tardip Gabe, yang juga Dosen Hukum Pidana di UTA 45 Jakarta tersebut, berharap
kepada Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot
Edy, yang juga mantan Kapolresta Depok tersebut, agar Kapolresta Tangsel AKBP Ferdy Irawan
Saragih, SIK, M.Si dan Kasat Reskrim Polresta Tangsel Akp Muharam
Wibisono Adipradono, SH., S.IK, masing-masing segera dicopot dari jabatannya, sebab tindakan
mereka telah menyalahgunakan wewenang/kekuasaan dan jabatan yang dimilikinya.
Sementara itu,
sebelumnya bahwa tindakan dari penyidik Polresta Tangsel, dalam melakukan
tindakan upaya paksa yaitu tindakan penangkapan dan pengledahan rumah terhadap
Hefriko, dirumahnya di Jl. Prof Soepomo Buaran Indah Kota Tangerang, hal
itu telah menyalahi prosedur dan
ketetapan (protap). Sebab yang namanya Delik Aduan penyidik harusnya terlebih
dahulu melakukan pemanggilan terhadap Terlapor, untuk dilakukan klarifikasi,
sebab karena sifatnya merupakan delik aduan dengan Pasal 378/372
KUHP.
Tindakan upaya paksa
tersebut dengan penangkapan dan pengledahan rumah yaitu mengambil sejumlah baarang/milik property
dalam rumah tersebut. Sebab tindakan penggledahan rumah, harusnya penyidik mendapatkan Izin dari Ketua PN setempat,
dimana saat penggledahan surat izin dari Ketuan PN setempat idak bisa
ditunjukkan oleh penyidik saat itu.
Sementara itu pula,
belakangan ini baru terungkap kepermukaan, terkait dengan urusan bisnis antara
terlapor Hefriko dengan Pelapor Ricci, bahwa transaksi bisnis tersebut mereka
lakukan di Bandara Soekarno Hatta (Soeta), yaitu di dalam mobil di Parkiran
Bandara Soeta. Maka sesuai dengan tempat dan kejadian perkara (locus Delkti),
hal tersebut harusnya ditangani oleh Polres Bandara Soekarno Hatta. Dimana
pihak Pelapor Ricci mengadukan hal tersebut sesuai dengan Tempat Kejadian
Perkara(TKP). Namun menjadi pertanyaan dari pihak keluarga tersangka Hefriko,
kenapa pihak Polresta Tangsel begitu gampang menerima Laporan Pengaduan
daripada Ricci selaku pelapor, yang bukan wilayah hukum tempat kejadian
perkara.
Sebab berdsaarkan
pengakuan dari keluarga Hefriko, bahwa pihak penyidik Polresta Tangsel, dalam
menjerat Hefriko sebagai tersangka, diduga ada unsur rekayasa dan motif lainnya,
dengan mengatakan bahwa penyerahan uang dari Ricci sebagai pelapor terhadap
Hefriko sebagai terlapor, terjadi di dalam mobil yaitu areal parkiran depan kantor
Polresta Tangsel. “Hal itu tidak benar terjadi didepan Kantor Polresta Tangsel, yang
benar adalah di Parkiran Bandara Soeta” ucap beberapa orang keluarga
Hefrikobaru-baru ini.
Dengan semua
kejadian-kejadian yang janggal tersebut, maka hal itulah nanti yang akan
disampaikan/dilaporkan kepada Bidang
Propam dan Irwasda Polda Metro Jaya, bila perlu juga akan melaporkan hal
tersebut kepada Komisi Kepolisian dan Ombudsmen RI, agar tuntas
penyelesaiannya, imbuh Kuasa Hukum Hefriko tersebut.(ifan/dip/red)