Hendrik
Tangke Allo Kembali Pimpin DPC PDI Perjuangan
Kota Depok
Hendrik Tangke Allo (HTA) kembali terpilih memimpin DPC PDI Perjuangan Kota
Depok dalam Konferensi Cabang
(Konfercab) PDI Perjuangan serentak yang diselenggarakan di Hotel Aston
Imperial, Kota Bekasi, (14/7) lalu.
Hendrik mengaku
bersyukur terpilih kembali memimpin partai berlambang kepala banteng di Kota
Depok untuk periode 2019-2024. Pria Kelahiran Toraja yang akrab disapa HTA ini
menghaturkan terima kasih kepada seluruh pengurus DPP, DPD, DPC dan PAC yang
ada di Kota Depok.
Sebagai ketua terpilih,
HTA berjanji akan membuat PDI Perjuangan lebih bermanfaat bagi masyarakat
banyak. “Partai ini (PDI Perjuangan) adalah partai yang besar, yang harus bisa
memberikan manfaat kepada masyarakat luas,” ujarnya.
Dalam Konfercab tersebut, selain HTA, juga terpilih
sebagai Sekretaris DPC PDI Perjuangan
Kota Depok, Ikravany Hilman dan Bendahara DPC PDI Perjuangan Kota Depok, Yuni
Indriany.
Ikravany Hilman
mengatakan, dalam Konfercab tersebut mekanisme pemilihannya disederhanakan
tanpa mengabaikan keterlibatan di tingkat kecamatan. Nama-nama calon ketua
dijaring dari akar rumput.
“Di tingkat PAC, kami
rapat untuk menentukan ketua DPC, di DPC juga kami rapat untuk menentukan nama
Ketua DPC dan DPD. Kemudian di DPD juga sama, melakukan rapat untuk menentukan
Ketua DPC dan Ketua DPD. Nama-nama itu diserahkan ke DPP PDIP, di sana rapat
dan menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris dan bendahara,” ucap
Ikravany.
Konfercab untuk DPC PDI
Perjuangan Kota Depok sendiri dilaksanakan serentak bersama empat
kabupaten/kota lainnya, yakni Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta.
PDI Perjuangan Depok
Tolak Raperda Kota Religius
Sementara itu, DPC PDI
Perjuangan Kota Depok menolak Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif
dari Pemerintah Kota (Pemkot) Depok tentang Penyelenggaraan Kota Religius
(PKR), larenahal itu juga bertentagan dengan Undang-undang diatasnya.
PDI Perjuangan berpandangan,
Perda PKR yang diusulkan oleh Pemkot Depok tersebut, memiliki potensi diskriminatif baik terhadap
umat beragama maupun terhadap kaum perempuan. Perda ini juga memiliki
kecenderungan untuk mengkotak-kotakkan warga kota Depok yang sangat plural dan
heterogen penduduknya.
PDI Perjuangan
berpandangan bahwa Negara, dalam hal ini Pemkot Kota Depok, berkewajiban untuk
memastikan bahwa setiap umat beragama memiliki kebebasan dalam menjalankan
ibadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, serta menjaga toleransi
antar umat beragama. "Namun
Pemerintah Kota tidak bisa mengatur religiusitas warganya. Dalam hal perilaku
warga kota Depok, maka Pemkot bisa membuat aturan dalam kerangka ketertiban
umum demi kemaslahatan kehidupan bersama, bukan dalam kerangka pahala dan dosa
atau surga dan neraka," kata Ketua DPC PDI Perjuangan Depok Hendrik Tangke
Allo kepada Gesuri, beberapa waktu lalu.
Hendrik melanjutkan, alasan PDI Perjuangan menolak Raperda itu
adalah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang
tidak mendelegasikan urusan agama untuk diatur oleh Pemerintahan Daerah. Urusan
agama adalah kewenangan absolut Pemerintah Pusat. "Religiusitas adalah hal
yang bersifat sangat pribadi (privat), berkaitan dengan hubungan antara manusia
dengan manusia dan manusia dengan Tuhannya. Dengan demikian bukan kewenangan
pemerintah kota untuk mengatur kadar religiusitas warganya," tegas
Hendrik.
Diketahui, bahwa Pemerintah Kota Depok mengusulkan Raperda
tentang Penyelenggaraan Kota Religius yang intinya ingin mengatur warga Kota
Depok dalam menjalankan agama dan kepercayaannya, termasuk cara berpakaian.
Usulan ini telah
ditolak oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPRD kota Depok untuk masuk ke dalam
daftar Program Legislasi Daerah (Prolegda). "Dengan demikian segala jenis
pembahasan mengenai Raperda ini tidak lagi dimungkinkan untuk dilakukan di
setiap alat kelengkapan Dewan," ujar Hendrik,.(cornelis/ifan/red)