Mafia
Jabatan Dalam Dirjen Penyediaan
Perumahan
Menteri
PUPR Tidak Mengetahui Dirinya Digugat di
PTUN Oleh Anak Buahnya
Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian
PUPR Khalawi Abdul Hamid.
Jakarta,- SI
Sidang gugatan terhadap
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) beberapa waktu lalu, yang
diajukan oleh ASN Ir. M.Arifin selaku pihak penggugat di Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) Jakarta, terkait penerbitan SK.Menteri PUPR No.401/KPTS/M/2018
tanggal 26 Juni 2018 perihal pemberhentian dirinya sebagai Kepala Satuan Kerja
(Satker) SNVT dalam penyediaan Perumahan
di Kalimantan Utara (Kaltara) tampaknya
terkesan sengaja di ulur-ulur.
Pasalnya kuasa pihak tergugat Menteri PUPR sudah dua kali sidang, namun saat
ditanyakan surat oleh majelis hakim yang
menyidangkan, kuasa hukum tersebut mengaku
belum mendapat surat kuasa tersebut dari Menteri PUPR.
Sebagai kuasa hukum
tergugat, tentu adalah hal yang aneh ketika diminta oleh Ketua Majelis Hakim,
Baiq Yuliani agar pihak kuasa hukum tergugat dapat menunjukan surat kuasnya
namun nyatanya tidak ada, hal itu aneh bin ajaib, mengikuti sidang tampa ada
kuasa dari termohon.
Sementara itu,
ketika wartawan ingin mengkonfirmasi
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dikatakan oleh pengamanan Pamdal harus
terlebih dulu menghadap Humas Menteri. Karena menurutnya semua hal yang terkait
pak menteri pasti sudah diketahui humas.
Namun ironisnya, saat
dikonfirmasi humas justetu mengaku baru tau jika ada Kasus tersebut. " Wah saya baru tau ada masalah seperti
ini, kalau bapak tidak kasih tau. Nanti coba saya cek dulu ya, soalnya setiap
yang terkait menteri pasti sudah ada tembusan," ujar Gustaf Humas Menteri
PUPR.
Tentunya patut
dipertanyakan, apakah Menteri tidak mengetahui kalau dirinya sedang digugat di
PTUN terkait SK yang dikeluarkan.?
Selain kuasa hukum yang
tidak mampu menunjukan surat kuasa, serta sidang yang terkesan diulur-ulur oleh
pihak PTUN Jakarta, bisa jadi dugaan kuat
tentang adanya mafia jabatan di Kementerian PUPR bukan cuma dongeng penghantar
bobok.
Bagaimana tidak menjadi
tanda-tanya publik, kalau SK menteri
PUPR yang dijadikan dasar pencopotan Arifin, sama sekali humas Kementerian PUPR
tidak mengetahui hal tersebut.
Sebagaimana yang
dipaparkan Arifin, pencopotan dirinya dari jabatan menurut hasil klarifikasi
dengan Dirjen adalah dikarenakan ketidak harmonisan dirinya dengan bawahan yang
dia tegur lantaran sering tidak masuk kantor. Padahal itu dia lakukan demi
menjaga prestasi kerja yang sudah sewajarnya patut dilakukan.
Sehingga muncul
pertanyaan lain, kenapa ada kebijakan berbeda antara kasus Indra Kasatker
Pesisir Selatan Sumatra Barat, yang dikecam Bupati Pesisir Selatan lantaran mutu
kerjanya yang melanggar spesifikasi proyek perumahan. Sementara M Arifin yang mendapat pengakuan baik atas kinerja,
justru dicopot dari jabatannya oleh Dirjen Penyedia Perumahan Kementerian PUPR.
Dengn tindakan tersebut sangat jelas adanya sikap kecemburuan social dari kalangan ASN di
Kementerian PUPR itu sendiri. Sebab di satu sisi Satker Indra di Pesisir Selatan salah kinerjanya,
tapi tidak ditindak secara hukum oleh pimpinanny., Sementara M Arifin yang menindak anak buahnya karena
jarang masuk kerja justru di copot dari jabatannya, hal itu menjadi
tanda tanya besar dilingkungan Kementerian PUPR itu sendii.
Kemudian konfirmasi
kepada pihak Inspektora Kementerian PUPR, justru
mengatakan kalau masalah tersebut adalah urusan internal, tidak perlu ada
Wartawan. Sepertinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu didesak, untuk mengarahkan pandangan
tajamnya ke lembaga Kementerian PUPR ini. (tamba/dip/red)