Terdakwa
Tedja Widjaya Disidangkan di PN Jakarta Utara
Kasus
Perkara Penggelapan dan Penipuan Tanah Milik Kampus Untag 45 Jakarta
Pelapor
Ketua Dewan Pembina Uta’45 Rudiyono Darsono, saat memberikan kesaksian di PN
Jakarta Utara Beberapa waktu lalu.
Jakarta, SI
Sidang perkara
penggelapan dan penipuan tanah milik Untag 45 Jakarta, dengan terdakwa Tedja
Widjaja kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (09/01/2019)
lalu. Terungkap Kebohongan Terdakwa Dalam Persidangan, Ternyata Terdakwa Belum
Melakukan Pembayaran
Dalam agenda sidang
kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar didampingi Emma, masih
mendengarkan keterangan saksi pelapor Ketua Dewan Pembina Uta’45 Rudiyono
Darsono. Dihadapan Majelis Hakim Tugiono
SH saksi membentah pernah ada pembayaran sebagaimana yang ditanyakan oleh tim
kuasa hukum terdakwa.
Saksi juga menerangkan
bahwa sebelumnya terdakwa telah mengakui di dalam BAP dan juga pada saat gelar
perkara bahwa belom ada pembayara, dengan alasan Akta 58. Dikatakan tim kuasa
hukum terdakwa ada pembayaran sebesar Rp.15 miliar yang di ganti dengan tanah
seluas 5 Ha pada sekitar tahun 2010-2011 yang lalu. Hal itu langsung dipatahkan
oleh saksi kalau memang sudah ada pembayaran kenapa di akhir tahun 2011 terbit
Akta 28 yang menyatakan terdakwa belom melakukan pembayaran dan diakui terdakwa
bahwa di AJB belom sempurna, akta tersebut di tanda tangani sendiri oleh
terdakwa.
Hal itu di perkuat oleh
keterangan Rahayu yang menerangkan di dalam BAP bahwa tidak pernah menyerahkan
tanah seluas 5 Ha di sebagai ganti uang Rp.15 miliar sebagaimana dalam akta No.
58 dalam pasal 2 hutuf C tanggal 28 Oktober 2009 yang dibuat oleh Notaris Lily
Harjati Sadewo.
Dalam persidangan
sebelumnya saksi mencengangkan para pengunjung sidang yang mana disebutkan
saksi bahwa terdakwa akan “mengatur” pengadilan. Hal itu di ungkapkan saksi
pelapor, menurutnya pernah ada utusan dari terdakwa menawarkan perdamaiaan agar
saksi menerima tanah seluas satu hektare di Maja Tangerang dengan catatan
pelapor mau mundur dari proses hukum yang saat itu sudah ada penetapan sidang.
Saksi juga menerangkan
dirinya kenal terdakwa Tedja sejak tahun 2008 dikenalkan oleh Hindarto Budiman
selaku pengusaha karena tidak sanggup sanggup melanjutkan kerja sama masalah
keuangan dalam pemanfaatan lahan yayasan, terdakwa akan menggantikan Hindarto,
pada saat itu saksi sebagai orang terpercaya untuk melaksanakan kerja sama
antara Uta’45 dan pihak ke 3. “Saya saat itu jadi orang yang di kuasakan
diangkat oleh rapat dewan pembina, Hindarto hanya mengatakan Tedja pemilik
gereja di tempat tinggalnya sebagai investor, ungkapnya.
Pemanfaatan lahan
kampus untuk kemajuan kampus, prof Thomas pada perjanjian 117, mengikat antara
Uta’45 dengan Hindarto tahun 2006, kemudian tahun 2009 pendirian PT Graha
Mahardika bersama untuk bidang pembangunan perumahan. Sebagai Dirut terdakwa
sementara saksi sebagai Dirops pada saat perkenalan terdakwa sebagai Pemilik
gereja, mempunyai beberapa pelabuhan di Tanjung Priok dan mempunyai uang tunai
Rp100 miliar. Saksi juga tidak pernah diundang dalam rapat apapun mengenai PT
Mahardika dalam urusan pinjaman ke Bank maupun Penjualan Aset perusahaan kepada
pihak ketiga, karena PT. Graha Mahardikka belum pernah beroperasi secara hukum,
kecuali persiapan lahan dan di tahun 2012 saksi mengundurkan diri .
Menurut saksi, PT vakum
sementara lahan sekarang status quo dalam proses hukum surat-suratnya ada namun
sudah di blokir di BPN. Pada saat pembuatan Bank Garansi hadir surati dan ami
sebagai wakil Uta’45, kwitansi penyerahan uang untuk pembuatan Bank Garansi dan
ada terdakwa, saksi mengetahui sudah adanya pemecahan tanah setelah ada
penagihan yang jumlahnya berbeda, kepala UPPRD Tanjung Priok pernah datang
konfirmasi mengenai pemecahan dijawab tidak ada, menurut peraturan yang berlaku
apabila ada tunggakan maka administrasi apapun tidak boleh dilakukan namun
pemecahan tetap ada.
Lebil lanjut saksi
mengatakan, BG hanya untuk mengiming-iming bahwa Terdakwa mempunyai uang untuk
membayar, hanya pembayaran akan di lakukan setelah balik nama pada Sertifikat
dapat dilakukan. Oleh karena itu kami di iming–imingi oleh Bank Garansi sebagai
Jaminan Pembayaran, namun sampai transakai balik nama selesai, tidak pernah
diberikan atau tidak pernah ada.
Kami selaku Ketua
yayasan pada setiap kejadian pasti kami diskusikan dengan para pembina pada
awalnya kami percaya dengan terdakwa dan yakin tapi ternyata kepercayaan kami
telah disalah gunakan dengan perkataan dan perbuatan bohongnya, sehingga SHGB
dapat berganti nama, dan kami sudah berulang-ulang melakukan penagihan bahkan
kami somasi agar sertifikat kami dikembalikan bahkan sertifikat yang sudah di
pecah itupun digadaikan di Bank Artha Graha.
JPU mempertanyakan, ada
pembayaran ke sejumlah rekening, yang dijawab oleh saksi bahwa dalam kasus ini
banyak sekali akte-akte di produksi sehingga terkesan kasus ini akan digiring
perdata, bahkan urusan hutang piutang saksi dengan terdakwapun dikait-kaitkan
dengan transaksi yang tidak hubungannya dengan pribadi saksi.
Lucunya, Terdakwa
mengakui belum melakukan pembayaran dalam setiap Pemeriksaan Kepolisian, namun
pada persidangan malah mengaku suda ada satu pernyataan yang terdengar aneh.
Terdakwa sebagai orang
terdidik dan tamatan S2 dari St. Austin Amerika serikat membuat pernyataan
pribadi di bawah tangan dan di atas materai pada bulan Juli 2011, yang
menyatakan belum atau terlambat melaksanakan kewajibannya melakukan pembayaran,
di lanjutkan kembali membuat pernyataan dalam bentuk akta Notaris. Yaitu Akta
Notaris No.28 pada Notaris Mizahardi Willamarta. Karena akta pernyataan di
bawah tangannya tidak mau di terima oleh Bapak Rudyono Darsono sebagai saksi
pelapor.
Dimana isinya jauh
lenih tegas, dan menyatakan pada Akta Notaris itu, bahwa semua AJB2 yang sudah
ada, dinyatakan belum sempurna dan tidak dapat di gunakan sebelum semua
kewajibannya dilaksanakan, namun kembali kebohongan dilakukan oleh terdakwa,
ternyata pada saat akta tersebut di buat, aset-aset yayasan sudah digunakan
atau digadaikan pada Bank Artha Graha dan Bank ICBC pada tahun 2010.
Akta notaris itu
sendiri di buat dan di tandatangani oleh terdakwa tedja widjaja dan istrinya
Lindawati Lesmana, baik sebagai pribadi maupun sebagai direktur utama dan
komisaris pada PT Graha mahardikka. Padahal sebelumnya, terdakwa menyatakan
sudah melakukan pembayaran pada tahun 2010 dan 2011.
akta pernyataan dalam
bentuk akta notaris pada bulan Oktober 2011, yang mengakui belum melakukan
pembayaran dan menyatakan secara tegas dalam akta tersebut, bahwa terdakwa
menyatakan AJB2 atau akta jual beli yang telah dilakukan belum sempurna, atau
tidak bisa digunakan padahal sebelumnya terdakwa menyatakan sudah melakukan
pembayaran.
Setelah perkara
memasuki Persidangan ada orang suruhan terdakwa menemui saksi untuk damai.
Pertemuan ke 2 ditawarkan akan diberikan 1 hektar tanah di Tangerang dengan
catatan saksi mundur dari proses hukum dan urusan pengadilan akan diurus oleh
yang bersangkutan. Dalam hal ini saksi tidak mau berdamai karena sudah ada
penetapan sidang biar proses sebagaimana hukum yang berlaku.
Sementara itu, dalam
dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik menyatakan bahwa kasus penggelapan dan
penipuan berawal pada tanggal 10 Oktober 2011, Yayasan Perguruan Tinggi 17
Agustus 1945 Jakarta melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Graha Mahardika
yang ditandatangani oleh (terdakwa) Tedja Widjaja dengan Dedy Cahyadi mewakili
Kampus 17 Agustus 1945 Jakarta. Kemudian terjadilah perbuatan penipuan dan
penggelapan oleh terdawa termasuk memecah sertifikat lahan dengan memalsukan
dokumen yayasan.
Terdawa Tedja Widjaja
berhasil melancarkan aksinya dan meraup uang hasil penjualan lahan milik
Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) seluas 3,2 hektare (ha) lebih
dari Rp.60 miliar. Terdakwa terancam pidana sebagaimana di atur dalam pasal 378
dan 372 KUHPidana.
Diluar persidangan
saksi Rudyono Darsono mengaku puas bahwa majelis hakim berlaku obyektif. (herman/dip/red))