Mantan
Sekda Kota Depok Abaikan
Panggilan Penyidik :
Anggaran Ganda : Pembebasan Jalan Nangka Tidak
Dikerjakan Sebagaima Mestinya
Depok, SI
Mantan Sekretaris
Daerah (Sekda) Kota Depok Harry Prihanto mangkir dari panggilan pemeriksaan
penyidik Polresta Depok. Harry adalah tersangka kasus pembangunan proyek Jalan
Nangka Rp.17 Miliar dari APBD Kota depok Tahun 2015, yang juga
menjerat mantan Wali Kota Nur Mahmudi Ismail, yang juga mantan Presiden PKS
tersebut. Sementara pihak pengembang Apartemen Like Side Cimanggis juga telah
mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk pembebasan lahan jalam nangka tersebut,
jadi double/rangkap anggaran, yaitu baik
dari pihak Pemkot Depok maupun dari pihak pemngembang Apartemen, namun tidak
dilaksanakan sebagaiamana mestinya, "Yang bersangkutan akan dipanggil
sebagai tersangka dan dimintai keterangan oleh penyidik tipikor kami sesuai
dengan jadwal yang sudah kami tentukan," ujar Kapolresta Depok Kombes Pol
Didi Sugiarto, kepada wartawan, 5
September 2018 lalu.
Sementara itu, kuasa
hukum Harry Prihanto yaitu Ahmar Ikhsan Rangkuti menjelaskan bahwa
ketidakhadiran kliennya karena sedang berada di luar kota yaitu Cirebon untuk
keperluan pribadi yang tak bisa diwakilkan. "Beliau sedang ada keperluan cukup
penting di Cirebon, tidak bisa diwakilkan. Keperluan pribadi (bukan urusan dinas),"
kata Ahmar sebagiman dilansir dari online Kriminologi.
Namun kepergian mantan
Sekda Kota depok tesebut ke Cirebon, hal itu menjadi tanda tanya bagi public di
Kota Depok, karena Harry Prihanto adalah merupakan seorangg ASN yang masih
aktif, apakah kepergiannya itu sudah mendapatka izin dari pimpinannya yaitu
Walikota Depok? Sebab seseorang PNS tidak boleh sembarang bepergian karena ada
aturannya, apalagi Harry Prihanto saat ini masih menjabat sebagai Staf Ahli
Walikota Depok, ujar sejumlah PNS Pemkot Depok.
Selain Harry, penyidik
Polresta Depok juga akan memanggil Nur
Mahmudi Ismail untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, namun kuasa hukumnya
mengatakan bahwa Nur Mahmusi masih mengalami sakit, katanya akan memeriksa
kesehatannya di RS Cipto Mangun Kusomo Jakarta,
Nur Mahmudi dan Harry
Prihanto terjerat kasus yang sama. Keduanya menjadi tersangka kasus pembebasan
dan pembangunan jalan nangka yang
dibiayai oleh APBD Kota Depok. Keduanya ditetapkan menjadi tersangka sejak 20
Agustus 2018 lalu usai menerima hasil audit BPKP Jawa Barat. Hasil audit tersebut menunjukkan adanya
penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 10,7 miliar.
Pengusutan proyek yang
berlangsung pada 2015 itu dimulai sejak pertengahan 2017. Belanja lahan tersebut dianggarkan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Depok masa jabatan Nur Mahmudi pada
2013, 2015, dan 2016. Dimana Ketua DPRD
Kota depok saat itu masih dijabat oleh Rintis Yanto dari Fraksi Partai
Demokrat. Namun, hingga saat ini, kondisi Jalan Nangka tidak mengalami
perubahan sedangkan dana sudah mengucur. Pertanyaan public juga di Kota Depok
yakni apakah ada dugaan KKN antara Ketua DPRD Kota depoksaat itu dengan
Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail dalam hal membuat Anggaran?, jawaban public,
kita seragkan semuanya kepada penyidik Tipikr Polres Depok, sebab merekalah
yang punya kewenangan untuk itu sesuai dengan UU yang berlaku, dan tentu public
juga ikut mengawasi penyidik terkait yang maling uang rakyat tersebut.
Kejari Depok Terima
SPDP Nur Mahmudi Terkait Korupsi Proyek Jalan
Sementara itu pul,
bahwa Kejari Depok, Jawa Barat telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan
(SPDP ) terkait kasus dugaan korupsi pelebaran Jalan Nangka Kec. Tapos Kota
Depok tersebut
Tersangka kasus
tersebut adalah mantan wali kota Depok Nur Mahmudi Ismail dan mantan Sekretrais
Daerah (Sekda)Kota Depokt Harry Prianto. "Benar, penyidik Polri dalam hal
ini dari Polres Depok sudah menyerahkan dua berkas SPDP kepada kami berkaitan
dugaan korupsi mantan wali kota Depok atas nama NMI dan Sekda Depok setempat HP
yang terjadi beberapa waktu silam," kata Kepala Kejaksaan Negeri Depok,
Sufari kepada wartawan, beberapa waktu
lalu.
Sufari menambahkan,
pihaknya kini juga tengah menunggu pelimpahan berkas tahap pertama atas dugaan
tindak pidana korupsi terkait pembebasan lahan untuk proses pelebaran Jalan
Raya Nangka yang berada di Kelurahan Sukamaju Baru, Tapos, Depok. "Sisa
waktunya ada 30 hari lagi untuk menanyakan bagaimana kasus tersebut ke
penyidik," ujar Sufari.
Selama belum ada
penyerahan berkas tahap pertama, ia menambahkan, penyidik dari Tim Tipikor
Polresta Depok masih berwenang melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut. "Setelah
jangka waktu 30 hari ke depan, baru kemudian pihak kami bisa kembali menanyakan
ihwal perkembangan penyidikannya. Untuk sekarang ini, kami tunggu dan berikan
kesempatan kepada tim Tipikor Polres Depok agar bisa menuntaskan proses
penyidikan terlebih dulu," kata Sufari.
Nur Mahmudi terseret
dugaan korupsi proyek pelebaran Jalan Nangka, Tapos, Depok. Mantan presiden PKS
yang menjadi Wali Kota Depok dua periode, 2006-2016, tersebut sebelumnya juga
pernah menjalani pemeriksaan di Polresta Depok pada April lalu.
Pengusutan proyek yang
diduga menggasak uang negara Rp 10 miliar tersebut dilakukan sejak pertengahan
2017. Proyek pelebaran jalan itu mestinya dilaksanakan pada 2015. Rencananya
jalan akan dilebarkan menjadi 14 meter dari semula kurang lebih 5 meter.
Belanja lahan tersebut
dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Depok masa jabatan
Nur Mahmudi pada 2013, 2015, dan 2016. Namun, hingga saat ini, kondisi Jalan Nangka
tidak mengalami perubahan sedangkan dana sudah mengucur.(ifan/dip/red)