JAKARTA | SI | Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meyakini tidak melakukan pelanggaran kode etik seperti yang dilaporkan Koalisi Advokat Nawacita Indonesia (KANI) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.
"Apa yang kami lakukan kami yakini semua prosesnya sudah benar, jadi tidak ada pelanggaran yang kami lakukan," ujar Ketua KPU Arief Budiman usai sidang pertama dugaan pelanggaran kode etik di Kantor DKPP, Jakarta, Rabu.
Pengadu Ketua Koalisi Advokat Nawacita Indonesia (KANI) Regginaldo Sultan sebelumnya telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung karena PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dianggap bertentangan dengan UU Pemilu.
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 memuat norma baru tidak membolehkan bekas narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba untuk maju sebagai caleg resmi diundangkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 3 Juli 2018.
Menanggapi hal tersebut, Arief menilai laporan Regginaldo Sultan bukanlah persoalan etik karena tidak memenuhi unsur untuk dikatakan pelanggaran kode etik.
"Kalau semua orang bikin peraturan lalu diajukan ke pelanggaran kode etik nanti malah tidak ada yang bikin peraturan," ucap Arief.
Apabila tidak setuju dengan suatu peraturan, ruang yang sudah diatur dalam undang-undang adalah mengajukan "judicial review" terhadap PKPU, bukan mengajukan laporan pelanggaran kode etik.
KPU disebutnya kewalahan menghadapi banyaknya laporan yang tidak semestinya diajukan karena dinilai tidak sesuai dengan undang-undang.
Untuk itu, KPU meminta para pihak yang menerima laporan dengan KPU sebagai pihak terlapor melihat betul layaktidaknya untuk diadukan atau disengketakan di institusi tersebut.
"Silakan diproses kami tidak akan menghindar, KPU harus mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan, tetapi kalau tidak ada relevansinya bisa kan ditolak atau dismissal," tutur Arief.
"Apa yang kami lakukan kami yakini semua prosesnya sudah benar, jadi tidak ada pelanggaran yang kami lakukan," ujar Ketua KPU Arief Budiman usai sidang pertama dugaan pelanggaran kode etik di Kantor DKPP, Jakarta, Rabu.
Pengadu Ketua Koalisi Advokat Nawacita Indonesia (KANI) Regginaldo Sultan sebelumnya telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung karena PKPU Nomor 20 Tahun 2018 dianggap bertentangan dengan UU Pemilu.
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 memuat norma baru tidak membolehkan bekas narapidana korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba untuk maju sebagai caleg resmi diundangkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 3 Juli 2018.
Menanggapi hal tersebut, Arief menilai laporan Regginaldo Sultan bukanlah persoalan etik karena tidak memenuhi unsur untuk dikatakan pelanggaran kode etik.
"Kalau semua orang bikin peraturan lalu diajukan ke pelanggaran kode etik nanti malah tidak ada yang bikin peraturan," ucap Arief.
Apabila tidak setuju dengan suatu peraturan, ruang yang sudah diatur dalam undang-undang adalah mengajukan "judicial review" terhadap PKPU, bukan mengajukan laporan pelanggaran kode etik.
KPU disebutnya kewalahan menghadapi banyaknya laporan yang tidak semestinya diajukan karena dinilai tidak sesuai dengan undang-undang.
Untuk itu, KPU meminta para pihak yang menerima laporan dengan KPU sebagai pihak terlapor melihat betul layaktidaknya untuk diadukan atau disengketakan di institusi tersebut.
"Silakan diproses kami tidak akan menghindar, KPU harus mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan, tetapi kalau tidak ada relevansinya bisa kan ditolak atau dismissal," tutur Arief.
Baca juga artikel terkait PKPU atau tulisan menarik lainnya
(tirto.id - Hukum)