Kasus
Korupsi Walkot Bogor dan KPUD Depok
Dipetieskan :
Komitmen
Kejaksaan Agung Dalam Memberantas Korupsi Dipertanyakan Publik
Komitmen Kejaksaan
Agung (Kejagung ) RI dibawah kepemimpinan Prasetyo kini dipertenyakan public ekssitensinya dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia. Nampaknya
korp Adyaksa tersebut setengah hati untuk menegakkan hukum terkait
pemberantasan korupsi, khusunya di Jabodetabek, padahal Intruksi Presiden (Inpres)
Joko Widodo sangat jelas, yakni agar penegak hukum tidak main-main terkait
pemberantasan korupsi. Demikian ocehan sejumlah LSM Anti Korupsi Bogor Raya dan
di Kota Depok menjelaskan beberapa waktu lalu.
Mereka menjelaskan,
seperti kasus korupsi pembelian lahan Jambu Dua di Tanah Sareal Kota Bogor yang
terkenal dengan sebutan kasus Angkahong, kini tndak penanganan
perkara kasus korupsi tersebut dengan
sengaja dipetieskan, akhirnya public peuh bertanya-tanya terkait tindak lanjut
penyidikanny loeh penyidik Kejari Bogor maupuan Kejati Jabar, mereka saling
ngeles kayak bajai terkait penagananya.
Sikap Kejari Bogor
maupun Kejati Jabar yang terkesan lemah
dalam menegakkan hukum, hal itu membuat kesan di mata warga Kota Boor, bahwa
Bima Aria Sugiarto yang terpilih lagi meenjadi Walikota Bogor periode yang
kedua digambarkan publik menjadi Kebal Hukum, alias tidak bisa disentuh oleh
penegak hukum, Bima dinilai Licin kayak belut, karena Kejari maupun Kejati Jabar
sangat lemah dihadapan Bima Aria Sugiarto selaku Walikota Bogor.
Sementara itu rumor
yang berkembang dikalangan LSM dan Wartawan mengatakan, bahwa Bima Aria
Sugiarto, konon katanya dilindungi oleh Presiden Jokowi, sehingga pihak
Kejaksaan Agung RI tidak berani menyentuh Walikota Bogor, yang posisi kantor
Walikota Bogor berdapan dengan Istana Kepresidenan di Kota Bogor tersebut.
Namun publik tidak percaya begitu sajam dengan rumor tersebut, bisa saja hal
itu merupakan hasil rekayasa, sengaja dihembuskan oleh pihak yang membela yang
bayar, dengan masud agar pihak kejaksaan terlindungi dalam posisi melindungi
Bima Aria Suiarto. “yang benar saja masa Pesiden Jokowi melindungi sekelas
Walikota Bogor? Hal itu tidak mungkin” ucap LSM tersebut.
Berdarakan amar putusan
majelis hakim Tipikor Bandung yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di
Mahkamah Agung (MA), menjelaskan bahwa Bima Aria dituding ikut bekerja sama
(turut serta) dengan para pejabat lainnya di Kota Bogor terkait melakukan
korupsi secara bersama-sama (turut serta), sesuai dengan Pasal 55 KUHP, untuk
mengkorupsi pengadaan lahan angkahong sebesar Rp.43,1 Miliar apada akhir tahun
2014 yang lalu.
Dalam kasus korupsi
tersebut beberapa pejabat Kota Bogor telah divonis oleh mejelis hakim Tipikor
Bandung, dengan hukuman 4 tahun penjara, masing-masing ; 1 Mantan Kadis UKM dan
Koperasi Yudha Supriatna, 2. Mantan Camat Tanah Saela Irwan Sumantri, 3 Mantan
Ketua Tim Aprasial Penaksir Hrga Adnan. Kini mereka sedang menjalani hukuman di
Lapas Sukamiskin Bandung Jabar.
Kinerja Kejari Depok
Dipertanyakan
Demikian pula kinerja
Kejari Depok saat ini disorot pula, korps Adyaksa tersebut harusnya jangan
main-main terkait kasus korupsi, yang mengemplang uang negara, Sebab pihak
Kejari Depok terkesan dengan sengaja mentup-nutupi tindak lanjutkasus korupsi
sosialisasi Pilkada Kota Depok tahun 2015 yang lalu tersebut, sebesar Rp2,2
Miliar.
Terkesan penyidik
Kejari Depok hanya tajam memproses hukum Fajri Asrigita Fadillah Bin Rugiman selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dari
Kantor KPUD Kota Depok. Namun untuk memproses hukum Titi Nurhayati selaku Ketua
KPUD Kota Depok yang memerintahkan proyek dana sosialisasi Pilkada Kota depok
tahun 2015 tersebut untuk dibuatkan proyek Penunjukan Langsung (PL), yang
harusnya dibuatkan melalui proses tender lelang melalui ULP Setda Kota Depok,
namun oleh Ketua KPUD Kota Depok diperintahkan kepadaa Fajri selaku PPK agara
dibuatkan proyek tersebut menjadi Penunjukan Langsung (PL), yang ditujukan
kepadakontraktor tertentu untuk KKN.
Bukati keterlibtan
Ketua KPUD Kota Depok tersebut, terungkap dalam persidangan di PN Tipikor
Bandung dalam acara pembuktian oleh penyidik Kejari Depok kepada mejelis hakim.
Dimana hakim mencecer Titik Nurhayati dengan mengatakan,”harusnya bahwa anda
juga (titik) yang harus bertangungjawab terkait kasus ini, karena anda yang
memerintahkan kepada PPK (Fajri)?” Ungka salah seorang majelis hakim saat
pembuktian dipersidangan beberapa waktu lalu di PN Tipikor Bandung.
Atas perintah mejelis
hakim tersebut, bahwa pihak Kasi Pidsus Kejari Depok sudah sempat menetapkan
Titik Nurhayati menjadi status tersangka, hal itu diungkapkan oleh Kasi Pidsus
kejari Depok saat itu keada salah seorang wartawan, yang diberitakan di salah
satu media online. Tapi berselang beberapa hari kemudian pemberitaan tersebut
diralat oleh Kasi Pidsus dan Kajari Depok, dengan mengatakan bahwa pemberitaan
tersebut adalah merupakan hoaxs dan merupakan fitna serta pencemaran nama baik,
katanya Karen ada Telepon dari Pusat, hingga para pejabat di kejari depok jadi
tiarap.
Namun tindakan daripada
pejabata Kejari Depok tersebut dipertanyakan publik, dengan mengatakan, kalau
hal itu merupakan berita hoax dan fitnah, kenapa wartawan yang memberitakan itu
dilaporkan kepada pihak penegak hukum karena sudah fitnah. Kalau masalah
pemberitaan, harusnya wartawan itu dipanggil untuk melakukan mekanisme klarifkasi atau membuat hak jawab. Tapi
hingga saat ini wartawan yang membuat berita itu, merasa tidak bersalah, karena
dia memberitakan berdasarkan sumber dari kasi Pidsus saat itu..
Dengan adanya
permasalahan kedua lembaga tersebut, baik itu Kajari Depok maupun Kajari Bogor,
pihak Kejaksaan Agung RI,agar segera meninjau posisi jabatan kedua pimpinan lemba tersebut, intinya jangan ikut meindungi
dan main-main terkait dengan kasus korupsi yang disorot publik, imbuh
mereka. (dip/red)