Pertarungan Pilpres 2019 adalah pertarungan panggung politik, dan di saat ini tak ada yang lebih panas dari pertarungan panggung politik di ILC dengan arahan Karni Ilyas.
Bila di masa
pertarungan 2014, Mata Najwa memainkan peran penting, maka di saat pertarungan
Pilkada 2018, ILC menjadi kunci dari segala permainan panggung dan menjadi
pusat konten semua opini.
Siapa yang menguasai
ILC maka mereka akan menguasai opini publik, pertanyaannya sekarang apakah ILC
bertindak netral, seharusnya setelah menjadi jantung dari segala komunikasi
politik maka ILC harus membuat kanal dua arah, seperti kasus Pencalonan Wapres
yang menghebohkan itu.
Uniknya pada Pilpres
kali ini, drama lebih ditentukan siapa Wapresnya. Di pihak Jokowi ada kejutan
dipilihnya KH Ma'ruf Amin yang menyingkirkan Prof.Mahfud MD dan kemudian
merebak menjadi berita bau duren yang nggak enak. Mahfud MD membeberkan semua
perasaannya dengan menyerang Cak Imin, Romi PPP bahkan sampai sedikit
menyenggol KH Aqil Siradj karena statemen denial KH Aqil Siradj soal kader NU
yang dinisbahkan pada Mahfud MD. Akhirnya kubu Jokowi agak limbung, karena
garis keras Ahokers masih keukeuh menolak KH Ma'ruf Amin dan pro kepada Mahfud
MD, panggung baru terbentuk, dengan cepat Prabowo dan Sandiaga justru melakukan
perapatan dengan pihak NU lewat kunjungan kunjungan beraroma politik ke markas
NU, bahkan bermanuver mengunjungi JK sekaligus memperkuat posisi politik
persekutuan jangka panjang dengan gerbong JK dimana Anies Baswedan dan Sudirman
Said menjadi tokoh penting di gerbong JK.
Kelompok Prabowo lewat
ILC dengan cepat melakukan narasi politik ke publik sekaligus menenggelamkan
kasus kardus 1 trilyun.
Apa yang terjadi pada
kasus pergeseran KH Ma'rif Amin dan Mahfud MD adalah murni konstelasi kekuatan
politik tanpa melibatkan uang, itu murni tarik menarik dan bargaining kekuatan
politik yang sah sah saja dalam percaturan politik dan tidak melanggar
konstitusi sementara kasus di pihak Prabowo sebenarnya lebih berat. Itu kasus
uang, bayangkan masa kampanye belum dimulai, rekening kampanye belum disahkan
KPU, ini artinya sudah offside.
Sementara pihak Andi
Arief dari Partai Demokrat koalisi Prabowo yang merasa kesal dan ditinggalkan
justru menuding dengan keras ke pihak Prabowo, sementara pihak Prabowo adem
ayem saja. Apabila Andi Arief membongkar ini, dan mengemukakan ke publik
seperti di ILC kasus sebenarnya, maka ini akan menjadi pendidikan politik. Tapi
apakah ILC berani menghadapkan Andi Arif dan Fadli Zon, atau semua yang
terlibat dalam tudingan-tudingan itu.
Pihak PKS dan PAN
sendiri belum ada klarifikasi politik dan klarifikasi hukum atas soal ini,
Bawaslu masih gagap dalam bertindak, sementara KPK hanya mengeluarkan asap
peringatan tanpa terindikasi mulai adanya gerakan investigasi.
Apabila kasus ini
dibuka di ILC, maka justru akan membongkar situasi yang lebih luas, kalau
transaksi itu benar terjadi, bagaimana pemenang politik ditentukan oleh
kekuatan transaksional dan ini bahaya sekali, kelas menengah Indonesia pun
harus bergerak untuk menanyakan kasus ini secara massif.
Rumor kardus 1 trilyun
memang lebih tepat dibuka di ILC, tapi apa Bung Karni Ilyas mau menaikkan kasus
kardus yang dicuitkan Andi Arief? (Ditulis : Anton DH Nugrahanto/red)